

Dari Hutan Suci Menuju Ekowisata yang Menghidupi Desa
Di tengah kesejukan Ubud, Desa Padangtegal menyimpan sebuah tempat yang tak sekadar indah, tapi juga sakral — Mandala Suci Wenara Wana, atau yang lebih dikenal dunia sebagai Ubud Monkey Forest.
Bagi kami, warga Padangtegal, hutan ini bukan hanya tempat wisata. Ia adalah warisan leluhur, penjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan roh suci yang menyatu di tanah Bali.
Hutan yang Menumbuhkan Harmoni
Mandala Suci Wenara Wana membentang di lahan seluas sekitar 12,5 hektar, menaungi lebih dari 1.200 ekor monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).
Namun yang menjadikannya unik bukan sekadar jumlahnya, melainkan bagaimana mereka hidup berdampingan dengan manusia dalam harmoni yang jarang ditemukan di tempat lain.
Di dalam hutan ini berdiri tiga pura utama — Pura Dalem Agung Padangtegal, Pura Beji, dan Pura Prajapati — yang menjadi tempat sembahyang bagi masyarakat kami sejak ratusan tahun lalu.
Setiap pohon besar, batu berlumut, dan aliran sungai di sini memiliki makna spiritual yang dalam; semuanya terikat oleh filosofi Tri Hita Karana, ajaran tentang keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Ketika Tradisi Bertemu Inovasi
Dulu, sebelum dikenal wisatawan dunia, kawasan ini dijaga sepenuhnya oleh warga desa dengan penuh kesadaran spiritual. Kini, berkat kerja keras dan kebersamaan, Mandala Suci Wenara Wana tumbuh menjadi ikon ekowisata Baliyang dikelola sepenuhnya oleh Desa Adat Padangtegal.
Pengelolaannya tidak lepas dari prinsip “pariwisata yang menyejahterakan, bukan mengorbankan.”
Setiap rupiah dari tiket, parkir, hingga penjualan suvenir disalurkan kembali ke masyarakat melalui program pendidikan, pelestarian budaya, kebersihan lingkungan, dan kegiatan sosial.
Inilah model bisnis berbasis komunitas yang kami banggakan — di mana keuntungan tidak hanya untuk individu, tetapi untuk seluruh desa.
Bisnis yang Tumbuh dari Akar Desa
Dampak ekonomi Monkey Forest terasa hingga ke setiap sudut desa.
Warung kecil yang menyajikan kopi Bali, galeri seniman lokal, pemandu wisata yang fasih berbahasa asing, hingga pengrajin ukiran kayu — semuanya tumbuh dari denyut pariwisata yang berakar di tempat suci ini.
Bagi kami, setiap usaha di sekitar hutan adalah bagian dari cerita besar. Bukan sekadar bisnis, tetapi bentuk rasa syukur atas rejeki yang datang melalui pelestarian alam dan budaya.
Kini, semakin banyak pelaku usaha lokal yang bergandengan tangan dengan pengelola Mandala Suci Wenara Wana untuk menciptakan pengalaman wisata yang lebih bermakna:
dari program eco-tour, konservasi edukatif, hingga paket wisata spiritual yang memperkenalkan nilai-nilai desa secara otentik.
Peluang Kolaborasi dan Investasi Beretika
Kami percaya bahwa pariwisata bisa menjadi ladang kolaborasi, bukan kompetisi.
Desa Padangtegal membuka peluang bagi mitra bisnis, investor, dan pelaku UMKM yang memiliki semangat yang sama — mengembangkan ekonomi lokal tanpa kehilangan nilai budaya dan ekologis.
Kemitraan yang kami cari bukan hanya soal modal, tetapi juga visi: bagaimana menciptakan nilai bersama yang berkelanjutan.
Mulai dari produk ramah lingkungan, kuliner lokal, hingga teknologi hijau untuk pariwisata — semua memiliki ruang untuk tumbuh di Padangtegal.
Menjaga, Mengelola, dan Menginspirasi
Mandala Suci Wenara Wana bukan sekadar tempat wisata yang indah untuk difoto. Ia adalah laboratorium hidup — tempat di mana pelestarian, spiritualitas, dan ekonomi berjalan beriringan.
Di balik setiap pengunjung yang tersenyum melihat monyet bermain, ada ratusan warga desa yang bekerja menjaga keseimbangan ini setiap hari.
Bagi kami, inilah wajah sejati bisnis berkelanjutan: bisnis yang menjaga alam sambil menghidupi manusia.
Dan selama hutan ini tetap hijau, pura tetap suci, serta masyarakat tetap bersatu, Mandala Suci Wenara Wana akan terus menjadi sumber inspirasi — bukan hanya bagi Bali, tapi bagi dunia.
📍 Sumber inspirasi: monkeyforestubud.com dan wawasan masyarakat lokal Desa Padangtegal.