Makna Umum
Bangun Ayu dan Mekebat Daun adalah upacara penyempurna dalam rangkaian karya agung di pura atau desa adat di Bali.
Keduanya dilakukan setelah upacara besar seperti Padudusan Agung dan Ngenteg Linggih, saat pura atau pelinggih baru selesai disucikan dan siap “dihuni” oleh para dewa.
1. Upacara Mekebat Daun
- Dilaksanakan setelah puncak karya (Ngenteg Linggih).
- Bermakna mengundang para dewa dan roh suci agar berstana di pura yang baru disucikan.
- Umat membawa banten (sesajen) tertentu dan “menebar daun” sebagai lambang kesejukan dan kehidupan baru.
- Biasanya disertai tarian sakral seperti Rejang Dewa atau Topeng Sida Karya sebagai tanda selesainya upacara besar.
Makna simbolik: alam dan para dewa sudah “kembali tenang” setelah rangkaian yadnya besar.
2. Upacara Bangun Ayu
- Dilaksanakan hampir bersamaan atau sesudah Mekebat Daun.
- “Bangun Ayu” berarti menata keindahan atau kesucian — secara spiritual maupun fisik.
- Bertujuan menyempurnakan pura agar benar-benar bersih, indah, dan layak menjadi tempat suci.
- Disertai persembahan banten khusus seperti banten Bangun Ayu.
Makna simbolik: pura yang sudah “dihidupkan” kini disempurnakan menjadi tempat yang ayu (indah & suci).
Posisi dalam Rangkaian Karya
Urutan sederhananya kira-kira seperti ini:
- Nubung Padagingan → menyatukan bagian-bagian suci pura.
- Padudusan Agung → menyucikan seluruh tempat dan sarana upacara.
- Ngenteg Linggih → menetapkan tempat berstana para dewa.
- Ngusaba Desa / Nini → memohon kesejahteraan dan kesuburan bagi desa.
- Bangun Ayu & Mekebat Daun → menyempurnakan seluruh rangkaian yadnya.
Intinya
Bangun Ayu dan Mekebat Daun adalah upacara yang menandai bahwa seluruh karya suci telah selesai, pura sudah bersih, indah, dan siap digunakan kembali sebagai tempat pemujaan para dewa.